Senin, 26 Mei 2008

SuRabaya ErrOrrrr................



Emmm........ Surabaya lagi bener - bener Error....



Ini Komuniti Punk se- Indonesia lagi ngumpul di Balai Pem
uda ( kecuali yang pake jaket HIMASTA, tuh manusia paling narses se Statistik, namanya bang Narsul, si Sekum HIMAGIFO ) Niatan sih mau bikib tulisan tentang anak Punk..

mulai dari gaya hidup ampe ritual - ritual unik mereka...

Rabu, 14 Mei 2008

100 Tahun Kebangkitan Nasional, Aksi Pertama dan Terakhirku di BEM 07 / 08

Sekalipun engga pernah terbayang kalo akhirnya saya ikut Aksi BEM, soalnya udah diwanti – wanti sama Bapak kalo sampe ikut BEM engga usah ikut Demo. Tapi pikirku apa salahnya?? Toh ini juga aksi damai, temanya kali ini memperingati 100 tahun HARKITNAS, aksi TUGU ( Tujuh Gugatan ) Rakyat dan Welcome Greeting buat Pak Presiden Yudhoyono. Sangar!!
Kita dari BEM SI (Seluruh Indonesia) ingin Pemerintah sadar bahwa rakyat sudah sekarat dengan cekikan harga kebutuhan pokok, semua harga perlahan tapi pasti pada merangkak naik. Engga tanggung – tanggung 2 kali lipat bahkan lebih !!!


















dalam aksinya kali ini, Para arek - arek SOSPOL BEM ITS paling banter menyuarakan maksud dan tujuan aksi damai kita, mereka tetap berada di garda terdepan barisan kami yang kekeh menyuarakan TuGu Rakyat.

7 Gugatan Rakyat ini kurang lebih isinya seperti ini :


keliatan apa engga?????

Sabtu, 10 Mei 2008

1306100074

1306100074
what kind of number????????
Rangkaian Nomor yang bakal aku tenteng sampe lulus ntar. 1306100074 angka yang indah, meskipun engga ada Famous People yang masang tu nomer.
angka paling Buonttoooottt se angkatanQ...
Tapi bukan berarti lulus paling Bontott Jeh...


aku ini.............. ibarat merek lampu paling demen ma yang punya slogan sense and simplicity.
enggak mau ribet, dipikir enteng aja.
Sekarang aku masi kuliah semester 4 di salah satu PTN ternama di Indonesia.
Kumpulan dari manusia2 berotak super, otak engineer, dan workaholic.


1306100074
semoga menjadi angka terindah dalam hidup
1306100074

Sedikit Ceritaku di Sawah........


Kali ini saya mengambil foto di area persawahan yang dekat sekali dengan rumah orang tua saya, sebelumnya saya minta maaf kalau gambarnya tidak jelas alias nge-Blur. Maklum saja, saya disini hanya pakai kamera dari HP BenQ Siemens E61, yang masih tergolong kamera VGA. Di sawah ini sebenarnya tujuan awal saya adalah mengantarkan sarapan buat para pekerja yang sedang memanen padi milik Ayah saya, akan tetapi daripada menunggu terlalu lama akhirnya sayapun hanya sekedar duduk – duduk di gubuk buat mengamati segala aktivitas orang – orang yang sedang memanen padi. Banyak gambar yang sudah saya ambil, dari setiap pergantian proses panen hanya saja hilang entah kemana.

Satu hal yang paling saya suka adalah ketika para petani itu sarapan bersama, sangat sederhana dan apa adanya. Seperti biasa dengan pecel khas Madiun lengkap dengan telur dan tempe, mereka mulai makan dengan daun. Sungguh view yang sangat alami, jauh dari sterofom atau apalah yang lagi menggila keberadaanya. Saya terkadang bercanda dengan mereka disela – sela sarapan, ada salah satu dari mereka yang berkomentar sepeti ini,” Nduk –nduk, yo ngono pisan – pisan cah kuliahan mudun nang sawah. Gak usah wedi ireng yo!”. Dan benar juga , dari situ saya mendapatkan pelajaran yang sangat dalam atas arti hidup. Sementara yang disana masih banyak yang bingung buat buang – buang uang, disini hanya Rp 15.000,- per hari dan tidak setiap hari didapat alias jika musim panen saja mereka bisa dapat uang itu. Bisa dibayangkan mau hidup seperti apa dengan uang segitu.

Lanjut, berhubung proses dari pemotongan padi dan pembersihan atau “nge-Herek”nya tidak ada fotonya saya langsung saja tampilkan foto disaat proses pemindahan gabah kemobil. Ya, ini saya ambil ketika petani yang akrab saya panggil Mbah Loso ini lewat dan ada di samping gubuk tempat saya duduk. Saya jadi berpikir bahwa Beruntung sekali saya ini, dianugrahi kemauan dan kemampuan berpikir lebih maju dari orang – orang disekitar lingkungan rumah saya. Bukan bermaksud membentuk anggapan jadi petani itu jelek atau hidup sengsara, namun alangkah lebih baik jika salah satu dari mereka bisa jadi “ Orang ”.

Nah, kalau yang ini adalah proses terakhir yang dilakukan di sawah. Proses pengangkutan gabah kerumah saya. Para petani itu sudah selesai mengangkut gabah – gabahnya, dan bisa anda lihat sendiri kurang lebih hanya segitu hasil yang diperoleh sawah ayah saya dalam setiap kali panen, di musim panen seperti ini harga gabah kering sekitar + Rp 200.000,- per kuintal, sedangkan 1 kuintal gabah rata - rata terdiri dari 3 sak / karung. Kalupun total panen kali ini ada 32 karung berarti Ayah saya kali ini hanya mendapatkan + Rp 2.170.000,- , Bukan angka yang begitu fantastis bukan?
Untuk ukuran hidup di desa mungkin lebih dari cukup, akan tetapi tidak begitu kalau angka itu kemudian dibagi 4 ( yang merupakan jumlah bulan untuk sekali panen ), Kasarannya orang – orang di desa saya yang mempunyai sawah hanya bisa menghasilkan Rp 500.000,- per bulan. Hmm… Semoga bisa jadi pembelajaran bagi saya pribadi dan anda tentunya.
( phie )

Inilah Saya......

Nah, Ketika Anda membaca ini, berarti saya masih terhitung sebagai salah seorang Mahasiswi ITS, saya mengambil jurusan Statistika. Awal berada di Statistika, saya merasa salah jurusan dan benar – benar jauh dari harapan saya. Di Statistika saya selalu mendapatkan Perhitungan integral yang luar biasa Njelimetnya, seperti yang beberapa dari Anda mungkin tahu bahwa dulu di SMA saya FOBIA dengan INTEGRAL dan pernah mendapatkan inilai terJELEK saat ulangan harian Bab INTEGRAL.

Saya ini berasal dari suatu daerah paling pojok dari Kabupaten Madiun. Terletak di perbatasan Kabupaten Ponorogo dan Kabupaten Magetan. Namanya Desa Tambakmas, kecamatan Kebonsari. Di desa saya ini masyarakatnya tidak lagi primitive, meskipun fasilitas desa kami sangat minim, bahkan hanya untuk sekedar Fotokopi kami harus jauh keluar desa. Sekarang ada sedikit perubahan meskipun tidak banyak tapi se tidak – tidaknya sudah lumayan dan layak disebut ‘DESA’. Saya berasal dari keluarga yang terhitung biasa – biasa saja, bukan dari Juragan desa atau Pengusaha Tempe sukses. Kenapa saya bilang seperti itu?, sudah lumrah di desa kalau hanya anak seorang Juragan, Mbahurekso Desa atau Orang kaya yang bisa kuliah di tempat seperti ITS ini.
Saya tidak akan banyak ngomongin Keluarga saya, sebab itu semua bukan untuk konsumsi publik menurut saya. Akan tetapi, satu hal yang saya paling suka dari keluarga adalah kehidupan Demokrasi keluarga yang dari dulu sudah jadi kultur, saya jadi bisa berpikir lebih maju daripada anak – anak seumuran saya waktu itu. Mungkin salah satu faktornya adalah betapa berhasilnya Ayah saya menempatkan pendidikan sebagai hal nomor DUA setelah IBADAH.
Saya disekolahkan di Pondok Modern Babussalam, yang merupakan satu – satunya Pondok Modern yang ada di daerah saya, Pondok yang didirikan oleh Alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor. Saya digembleng dengan berbagai ilmu agama yang merupakan tonggak hidup saya nanti, disana saya juga diwajibkan menggunakan dua bahasa yakni Bahasa Arab dan inggris. Lulus MI saya melanjutkan ke KMI Darussalam Gontor Putri di Ngawi, tetapi hanya beberapa bulan disitu saya kembali lagi ke Babussalam karena satu alasan yang entah tak seorangpun tahu termasuk saya. Setelah 3 tahun di KMI ( yang seharusnya 6 tahun ) saya memutuskan untuk pindah ke SMA Negeri, pada awalnya keluarga banyak yang menentang namun Saya tetap berusaha neyakinkan mereka kalu saya akan memberikan yang terbaik di SMA nanti. Akhirnya SMAN 1 Geger lah yang menjadi sekolah pilihan saya,tahun pertama berjalan sangat mulus dan itu merupakan jembatan masuk kelas Unggulan. Kelas 2 dan 3 saya habiskan bersama manusia – manusia hebat dari kelas A, disitu juga merupakan batu loncatan saya untuk ke ITS sini, memang kebetulan saja saya memeilih ITS padahal dari awal SMA UI-lah idaman saya. Tetapi saya tidak menyesali kalau akhirnya saya di ITS, disini saya mendapatkan apa yang dulu pernah saya inginkan. Bertemu dengan manusia – manusia super hebat di ITS ini merupakan anugerah terindah yang sangat bodoh kalau masih saja saya sesali.